SISTEM
RIBA DAN KRISIS EKONOMI
BAB I
PENDAHULUAN
Riba merupakan salah satu perbuatan haram yang harus dijauhi oleh
umat Islam. Keharaman Riba telah diterangkan di dalam al-qur’an dan hadits Nabi
SAW.
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Jelas dapat diketahui dari ayat tersebut bahwa riba merupakan
perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT. Berkaitan dengan hal ini pula,
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Allah SWT Melaknat pemakan riba, orang
yang member makan (orang lain) dengan riba, juru tulis tansaksi, riba, dua
orang saksinya semuanya sama saja (HR. Muslim dan Ahmad).
Syariat Islam tidak memerintahkan kepada manusia kecuali pada
sesuatu yang membawa kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dan sebaliknya syariat Islam tidak melarang
kecuali pada sesuatu yang adapt membawa keburukan dan kesengsaraan di dunia dan
akhirat.
Demikian juga dengan adanya larangan riba,
itu disebabkan karena riba mempunyai implikasi buruk dan bahaya bagi manusia.
Akibat dari dosa ini dapat dirasakan oleh banyak kalangan, karena riba
merupakan kedzaliman yang sangat jelas dan nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadis tentang Sistem Riba dan Krisis Ekonomi
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ
حّدَّثَنِىْ اَبِيْ َحَدَّثَنَا مُوْسَى بْنُ دَاوُدَ, قَالَ: اَخْبَرَنَاابْنُ لُهَبْعَةْ
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سُلَيْمَانِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رَاشِدِ اْلمُرَادِى عَنْ
عَمْرِ وَبْنِ اْلعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ: مَا مِنْ قَوْمِ يَظْهَرُ فِيْهِمْ الرِّبَاإِلاَّ أَخَذُوْا بِِالسَّنَةِ
وَمَا مِنْ قَوْمٍ يَظْهَرُ مِنْهُمْ الرُّشَاإِلاَّ أُخِذُوْا بِالرُّعْبِ. (رواه
احمد)[1]
B. Terjemah Hadits
Dari Amar bin Ash ra, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak ada (balasan) bagi kaum yang tampak pada mereka perbuatan riba
kecuali diambil dari tahun mereka, dan tidak ada (balasan) bagi kaum yang
tampak dari mereka perbuatan suap kecuali diambil dari mereka ketakutan”
C. Mufrodat
Tampak, terjadi
|
ظَهَرَيَظْهَرُ
|
Mengambil
|
أَخَذَ )ب(
|
Menyuap, Menyogok
|
الرَّشَا
|
Ketakutan
|
الرُّعُبِ
|
D. Biografi Rowi Pertama
Dalam
kitab Tahdzibul Kamal disebutkan bahwa nama lengkap Amr bin Al Ash ialah
Amr bin al Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin sahm bin Amr ibn Hashish Ka’ab
in Lu’ay bin Ghalib al Quraisyi merupakan sahabat Nabi SAW. Gelarnya ialah Abu
Muhammad as sahmi. Rasulullah SAW memanggilnya dengan Abu Abdillah. Setelah ia
masuk Islam. Beliau masuk islam pada tahun 8 Hijriyah, sebelum penaklukan kota
Mekah, pada bulan yang sama dengan Khalid bin Walid bin Usman bin Thalhah yaitu
pada bulan Safar.
Amr
bin Al Ash merupakan penduduk asli kota Mekkah dan berasal dari suku Quraisy,
pindah atau hijrah ke Madinah, kemudian meneap di Mesir dan meninggal disana
pula. Berkata Abdul Jabar bin Warad, dari Ibnu Abi Mulaikah: Thalhah berkata:
aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Amr bin Al Ash adalah termasuk orang
Quraisy yang sholeh.[2]
Amr
bin Al Ash juga dikenal sebagai seorang yang gagah berani pembawaannya. Beliau
merupakan salah satu pemimpin tentara penaklukan kota Syam, dan kota Mesir pada
masa Khalifah Umar bin Khattab dan bekerja disana (kota Mesir) untuk beliaud an
Khalifah Utsman. Kemudian pada masa Muawiyah diangkat menjadi Gubernur di Kufah
samapi akhir hayatnya.
Mengenai
tahun wafanya, ada beberapa pendapat. Menurut pendapat yang paling shohih,
beliau wafat pada tahun 43 Hijriyah di Mesir dan dimakamkan disana.
E.
Keterangan Hadits
Hadits
yang diriwayatkan oleh Iman Ahmad diatas, bersumber dari sahabat Amr bin Ash
yang mendengar langsung dari Rasulullah. Hadits tersebut menerangkan bahwa
balasan yang pantas bagi suatu kaum yang telah tersebar luas dan merajalela
perbuatan riba dalam kehidupa mereka adalah Allah akan menimpakan kepada mereka
suatu malapetaka berupa bencana kekeringan (tahun paceklik) dan kelaparan serta
krisis ekonomi yang membuat mereka sangat menderita.
Imam
Al Harali berkata: banyaknya musibah yang di alami umat saat ini adalah
sebagaimana yang ditimpakan kepada kaum Bani Israil yakni berupa siksaan yang
amat buruk dan berjalan selama beberapa tahun, karena mereka telah melakukan
perbuatan riba.
Dan
balasan yang pantas bagi suatu kaum yang tampak dari mereka perbuatan suap
menyuao adalah Allah akan menimpakan kepada mereka rasa ketakutan. Sehingga
dengan begitu mereka tidak akan merasa tentram dalam kehidupannya.
Dalam
keterangan lain, bahwa musibah tersebut akan ditimpakan Allah Kepada kaum yang
tampak dari mereka perbuatan zina. Akan tetapi dasar dari keterangan ini kurang
jelas.
Ibnu
hajar berkata bahwa hadits ini juga menjelaskan bahwa penyakit Tho’un dan
penyakit-penyakit menular itu terjadi karena adanya perbuatan-perbuatan yang
keji. Dan apabila tampak perbuatan-perbuatan keji pada suatukaum, maka Allah
akan menimpakan kepada mereka kebinasaan.[3]
F.
Aspek Tarbawi
Dari
hadits dan keterangan tersebut maka dapat dilihat bahwa kita sebaiknya menjauhi
perbuatan riba. Karena selain diharamkan akibat yang ditimbulkan pun tidak
hanya akan dirasakan oleh orang yang melakukannya tapi riba juga memiliki
implikasi buruk pada kehidupan sosial kemasyarakatan.
Masyarakat
yang bermuamalah dengan riba tidak akan terjadi saling mebantu dalam
kehidupannya, serta dapat menimbulkan kedengkian dan kebencian antarmasyarakat.
Selain
itu, sistem riba juga menjadi sebab utama terjadinya kebangkrutan krisis
ekonomi suatu bangsa.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dapat disimpulkan dari uraian diatas, bahwa riba dan suap menyuap
merupakan perbuatan yang sangat dibenci dan dilaknat oleh Allah SWT. Oleh
karena itu, umat Islam benar-benar harus menjauhi dua hal itu. Akibat yang
ditimbulkannya pun sangat besar. Dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Ahmad
tersebut bahwa. Jika telah merajalela perbuatan atau sistem riba pada suatu
kaum, maka Allah SWT akan mencabut kesuburan dari mereka dan menimpakan pad
amereka kekeringan, kelaparan (krisis ekonomi) sehingga mereka menderita. Dan
jika tampak dari suatu kaum perbuatan suap menyuap, maka Allah akan memberikan
pada kaum tersebut ketakutan, sehingga mereka tidak akan merasakan ketentraman
dalam hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hambal. 1993. Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Beirut.
Al Asqalani, Ali bin Hajar. 1995. Tahdzibu At-Tahdzib. Beirut:
Dar Al Fikri.
Al Manawi, Muhammad Abdur Ro’uf. 2003. Faidhul Qadir Syarh
Jami’ul As-Saghir Juz.5. Mesir: Maktabah Mesir.
Jamaludin bin Yusuf. 2004. Tahdzibu Al Kamal. Beirut: Dar al
kutub al Ilmiyah.
[1] Imam Ahmad, Musnad
Imam Ahmad bin Hambal, Juz 4. Cet 1 (Beirut, 1993), hlm. 251.
[2] Jamaludin bin
Yusuf, Tahdzibu Al Kamal, Juz 7, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah,
2004), hlm. 614.
[3] Muhammad Abdur
Ro’uf Manawi, Faidhul Qadir Syarh Jami’u As-Saghir, Juz 5, Cet. 3,
(Mesir: Maktubah Mesir, 2003), hlm. 641.