Wednesday 29 May 2013

Hadits tentang Riba dan Krisis Ekonomi

SISTEM RIBA DAN KRISIS EKONOMI

BAB I
PENDAHULUAN

Riba merupakan salah satu perbuatan haram yang harus dijauhi oleh umat Islam. Keharaman Riba telah diterangkan di dalam al-qur’an dan hadits Nabi SAW.
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Jelas dapat diketahui dari ayat tersebut bahwa riba merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT. Berkaitan dengan hal ini pula, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Allah SWT Melaknat pemakan riba, orang yang member makan (orang lain) dengan riba, juru tulis tansaksi, riba, dua orang saksinya semuanya sama saja (HR. Muslim dan Ahmad).
Syariat Islam tidak memerintahkan kepada manusia kecuali pada sesuatu yang membawa kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dan sebaliknya syariat Islam tidak melarang kecuali pada sesuatu yang adapt membawa keburukan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.
Demikian juga dengan adanya larangan riba, itu disebabkan karena riba mempunyai implikasi buruk dan bahaya bagi manusia. Akibat dari dosa ini dapat dirasakan oleh banyak kalangan, karena riba merupakan kedzaliman yang sangat jelas dan nyata.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hadis tentang Sistem Riba dan Krisis Ekonomi
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ حّدَّثَنِىْ اَبِيْ َحَدَّثَنَا مُوْسَى بْنُ دَاوُدَ, قَالَ: اَخْبَرَنَاابْنُ لُهَبْعَةْ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سُلَيْمَانِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رَاشِدِ اْلمُرَادِى عَنْ عَمْرِ وَبْنِ اْلعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا مِنْ قَوْمِ يَظْهَرُ فِيْهِمْ الرِّبَاإِلاَّ أَخَذُوْا بِِالسَّنَةِ وَمَا مِنْ قَوْمٍ يَظْهَرُ مِنْهُمْ الرُّشَاإِلاَّ أُخِذُوْا بِالرُّعْبِ. (رواه احمد)[1]
B.     Terjemah Hadits
Dari Amar bin Ash ra, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada (balasan) bagi kaum yang tampak pada mereka perbuatan riba kecuali diambil dari tahun mereka, dan tidak ada (balasan) bagi kaum yang tampak dari mereka perbuatan suap kecuali diambil dari mereka ketakutan”

C.    Mufrodat
Tampak, terjadi
 ظَهَرَيَظْهَرُ
Mengambil
أَخَذَ )ب(
Menyuap, Menyogok
الرَّشَا
Ketakutan
الرُّعُبِ

D.    Biografi Rowi Pertama
Dalam kitab Tahdzibul Kamal disebutkan bahwa nama lengkap Amr bin Al Ash ialah Amr bin al Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin sahm bin Amr ibn Hashish Ka’ab in Lu’ay bin Ghalib al Quraisyi merupakan sahabat Nabi SAW. Gelarnya ialah Abu Muhammad as sahmi. Rasulullah SAW memanggilnya dengan Abu Abdillah. Setelah ia masuk Islam. Beliau masuk islam pada tahun 8 Hijriyah, sebelum penaklukan kota Mekah, pada bulan yang sama dengan Khalid bin Walid bin Usman bin Thalhah yaitu pada bulan Safar.
Amr bin Al Ash merupakan penduduk asli kota Mekkah dan berasal dari suku Quraisy, pindah atau hijrah ke Madinah, kemudian meneap di Mesir dan meninggal disana pula. Berkata Abdul Jabar bin Warad, dari Ibnu Abi Mulaikah: Thalhah berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Amr bin Al Ash adalah termasuk orang Quraisy yang sholeh.[2]
Amr bin Al Ash juga dikenal sebagai seorang yang gagah berani pembawaannya. Beliau merupakan salah satu pemimpin tentara penaklukan kota Syam, dan kota Mesir pada masa Khalifah Umar bin Khattab dan bekerja disana (kota Mesir) untuk beliaud an Khalifah Utsman. Kemudian pada masa Muawiyah diangkat menjadi Gubernur di Kufah samapi akhir hayatnya.
Mengenai tahun wafanya, ada beberapa pendapat. Menurut pendapat yang paling shohih, beliau wafat pada tahun 43 Hijriyah di Mesir dan dimakamkan disana.

E.     Keterangan Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Iman Ahmad diatas, bersumber dari sahabat Amr bin Ash yang mendengar langsung dari Rasulullah. Hadits tersebut menerangkan bahwa balasan yang pantas bagi suatu kaum yang telah tersebar luas dan merajalela perbuatan riba dalam kehidupa mereka adalah Allah akan menimpakan kepada mereka suatu malapetaka berupa bencana kekeringan (tahun paceklik) dan kelaparan serta krisis ekonomi yang membuat mereka sangat menderita.
Imam Al Harali berkata: banyaknya musibah yang di alami umat saat ini adalah sebagaimana yang ditimpakan kepada kaum Bani Israil yakni berupa siksaan yang amat buruk dan berjalan selama beberapa tahun, karena mereka telah melakukan perbuatan riba.
Dan balasan yang pantas bagi suatu kaum yang tampak dari mereka perbuatan suap menyuao adalah Allah akan menimpakan kepada mereka rasa ketakutan. Sehingga dengan begitu mereka tidak akan merasa tentram dalam kehidupannya.
Dalam keterangan lain, bahwa musibah tersebut akan ditimpakan Allah Kepada kaum yang tampak dari mereka perbuatan zina. Akan tetapi dasar dari keterangan ini kurang jelas.
Ibnu hajar berkata bahwa hadits ini juga menjelaskan bahwa penyakit Tho’un dan penyakit-penyakit menular itu terjadi karena adanya perbuatan-perbuatan yang keji. Dan apabila tampak perbuatan-perbuatan keji pada suatukaum, maka Allah akan menimpakan kepada mereka kebinasaan.[3]
                                                                                                  
F.     Aspek Tarbawi
Dari hadits dan keterangan tersebut maka dapat dilihat bahwa kita sebaiknya menjauhi perbuatan riba. Karena selain diharamkan akibat yang ditimbulkan pun tidak hanya akan dirasakan oleh orang yang melakukannya tapi riba juga memiliki implikasi buruk pada kehidupan sosial kemasyarakatan.
Masyarakat yang bermuamalah dengan riba tidak akan terjadi saling mebantu dalam kehidupannya, serta dapat menimbulkan kedengkian dan kebencian antarmasyarakat.
Selain itu, sistem riba juga menjadi sebab utama terjadinya kebangkrutan krisis ekonomi suatu bangsa.


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dapat disimpulkan dari uraian diatas, bahwa riba dan suap menyuap merupakan perbuatan yang sangat dibenci dan dilaknat oleh Allah SWT. Oleh karena itu, umat Islam benar-benar harus menjauhi dua hal itu. Akibat yang ditimbulkannya pun sangat besar. Dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Ahmad tersebut bahwa. Jika telah merajalela perbuatan atau sistem riba pada suatu kaum, maka Allah SWT akan mencabut kesuburan dari mereka dan menimpakan pad amereka kekeringan, kelaparan (krisis ekonomi) sehingga mereka menderita. Dan jika tampak dari suatu kaum perbuatan suap menyuap, maka Allah akan memberikan pada kaum tersebut ketakutan, sehingga mereka tidak akan merasakan ketentraman dalam hidup.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hambal. 1993. Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Beirut.
Al Asqalani, Ali bin Hajar. 1995. Tahdzibu At-Tahdzib. Beirut: Dar Al Fikri.
Al Manawi, Muhammad Abdur Ro’uf. 2003. Faidhul Qadir Syarh Jami’ul As-Saghir Juz.5. Mesir: Maktabah Mesir.
Jamaludin bin Yusuf. 2004. Tahdzibu Al Kamal. Beirut: Dar al kutub al Ilmiyah.



[1] Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz 4. Cet 1 (Beirut, 1993), hlm. 251.
[2] Jamaludin bin Yusuf, Tahdzibu Al Kamal, Juz 7, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, 2004), hlm. 614.
[3] Muhammad Abdur Ro’uf Manawi, Faidhul Qadir Syarh Jami’u As-Saghir, Juz 5, Cet. 3, (Mesir: Maktubah Mesir, 2003), hlm. 641.